‘ALI KUCYA
Alkisah pada zaman khalifah Harun Ar-Rasyid, terdapat seorang pedagang yang bernama ‘Ali Kucya. Ia tidak terlalu kaya dan juga tidak terlalu miskin. Pedagang tersebut tinggal di satu rumah warisan ayahnya, di Baghdad. ‘Ali hidup bahagia, dan memiliki tabungan dari hasil perdagangannya.

MIMPI ‘ALI KUCYA

Pada suatu malam, ‘Ali Kucya bermimpi aneh. Ia melihat seorang laki-laki tua yang berwibawa (berwajah terhormat dan terpandang). Laki-laki tersebut melihat kepadanya dan berkata :

“Pergilah dari negeri ini wahai ‘Ali Kucya, pergilah sekarang, pergilah ke Makkah dan berhajilah! Terimalah akibatnya jika engkau melawan perintahku.”

Mimpi aneh tersebut terjadi lagi pada malam berikutnya. Hingga pada malam ketiga, laki-laki tersebut datang lagi dan mengulangi perintahnya seperti dalam dua mimpi sebelumnya.

RENCANANYA UNTUK MELAKSANAKAN HAJI
Setelah ia bangun pada waktu shubuh, ‘Ali Kucya ketakutan dan kebingungan karena mimpi tersebut. Ia adalah seorang muslim yang shalih dan mengetahui kewajiban melaksanakan haji. Selain itu, ia juga senantiasa melaksanakan kewajiban zakat dan bersedekah kepada fakir miskin. Namun, ia belum berkeinginan untuk pergi meninggalkan kota kelahirannya itu (baghdad).

Ketika ‘Ali merenungkan mimpinya yang terulang-ulang hingga tiga kali, ia tidak mampu mengelak dari perintah lelaki tua yang mendatangi mimpinya. Ia pun segera menjual toko miliknya dan bersiap-siap pergi bersama orang-orang yang hendak melaksanakan haji ke negeri Hijaz (Mekah dan Madinah). Pedagang itupun mempersiapkan barang-barang yang ia perkirakan bisa dijual di Makkah dengan harga yang mahal. Adapun rumahnya, untuk sementara ia sewakan.

DINAR-DINAR ‘ALI KUCYA


‘Ali Kucya menyiapkan segala keperluan perjalanannya. Ia tidak meninggalkan apapun di Baghdad kecuali uang sejumlah seribu dinar.

‘Ali Kucya kebingungan, ia tidak tahu tempat untuk menyimpan harta itu (uang seribu dinar), supaya tidak ada satu pencuri pun yang dapat mengambilnya. Kemudian ‘Ali Kucya mendapatkan ide yang cemerlang, ia akan menitipkannya pada seorang pedagang yang juga sahabatnya, Hasan.

‘Ali Kucya menyiapkan satu bejana besar, kemudian ia melatakan uang itu di dalam bejana. Setelah selesai menyimpan dinar pada bejana itu, ia isikan dengan buah zaitun hingga bejana itu penuh dan menutupi urang seribu dinar. Kemudian ia menitipkannya kepada sahabatnya, Hasan. 

'Ali berkata kepada Hasan, ”Engkau sahabatku, dan aku tahu engkau orang yang dapat dipercaya dan dapat menepati janji. Engkau tahu bahwa aku sudah berencana untuk pergi melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Aku ingin menitipkan bejana zaitun ini kepadamu, mohon dijaga dengan baik. ketika aku telah kembali, aku akan mengambilnya lagi”.

Sambil tersenyum, sahabatnya berkata kepada ‘Ali Kucya, “Aku akan menjaga bejana ini untukmu. Hingga kau kembali dari perjalananmu, aku akan mengembalikannya padamu. Aku senang bisa menjadi kepercayaanmu.”

Kemudian Hasan memberikan kunci gudangnya kepada ‘Ali Kucya dan berkata, “Inilah kuncinya, engkau pergi ke gudangku lalu ambil dan simpanlah bejana itu di tempat yang engkau mau. Tidak ada seorang pun yang akan menyentuhnya hingga engkau kembali dari perjalananmu. Ketika engkau sudah kembali, engkau akan mengambilnya dari tempat di mana engkau menyimpannya.”

‘Ali Kucya berterima kasih atas itu, kemudian ia mengambil kunci gudang sahabatnya dan menyimpan bejananya di gudang milik sahabatnya itu. Setelah itu, ia mengembalikan kuncinya lalu pergi.


Selanjutnya (bagian pertama)