Pict by geralt on pixabay

Media Islami;  Media Massa sebagai Sarana Dakwah

Bagi mereka yang memiliki semangat berdakwah, media menjadi sarana dalam suksesi tujuan yang mulia tersebut. Terlebih pada zaman ini keberadaan media tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Kegunaannya yang mempercepat informasi diharapkan bisa sekaligus membawa nilai-nilai Islam yang mulia.

Nilai-nilai tersebut jika dikemas dengan menarik dan diakrabkan dengan masyarakat akan bisa membentuk kepribadian masyarakat, sebagaimana pula telah maklum bahwa media banyak memberikan dampak negatif terutama dalam pembentukan kepribadian manusia.

Untuk itu, dalam penyebaran pendidikan dan dakwah sudah selayaknya media masa dijadikan sebagai sarana menyebarkan ide, cita-cita, nilai dan norma Islami yang ingin diciptakan. Tulisan ringkas ini akan membahas dua poin, yaitu urgensi media massa dan akhlak media massa.

Media massa adalah medium, sarana, atau alat yang dipergunakan dalma proses komunikasi massa. Media massa di dalamnya yaitu surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Kelima media tersebut sering disebut sebagai the big five of mass media.

Selain itu, terdapat media yang pada era ini begitu marak dipakai dan pengaruhnya yang luar biasa, yaitu internet. Dari sana banyak penyedia layanan informasi seperti google dan bing; yang di dalamnya terdapat website dan blog. Internet juga menjadi penghubung bagi berbagai platform media sosial seperti facebook, line, twitter, whatsapp, telegram, instagram dan lain-lain. Belum lagi internet telah menjadi sarana dan sekaligus penghubung berbagai platform game (online). Sehingga banyaknya fungsi internet semakin memperluas cakupan media, dan juga sebanding dengan tantangan serta dampak yang dihasilkannya.

Oleh karena itu, media masa dapat diklasifikasikan kepada beberapa bagian.

Pertama, media cetak (printed media); seperti surat kabar, majalah, buku, pamphlet, dan alat teknik cetak lainnya yang membawa pesan kepada masa dengan cara menyentuh indera penglihatan.

Kedua, media elektronik (electronic media) seperti radio, televisi, beserta program-programnya; seperti rekaman audio, rekaman gambar (animasi) atau video. Media elektronik berupa audio dan visual.

Ketiga, media online (online media, cybermedia), yaitu media massa yang dapat ditemukan di internet (situs web). Meski demikian, definisi media massa serta klasifikasinya dapat berkembang dan memiliki cakupan yang luas seiring dengan cepatnya perkembangan teknologi.

Urgensi Media Massa

Berbicara mengenai urgensi media massa bukan saja karena efektifitasnya yang luar biasa, melainkan pula dalam rangka memerangi media massa yang tidak syar’iy (sekuler, liberal, materialistik, dan pragmatis).

Globalisasi sebagaimana telah dimaklumi bukan hanya sekedar proses mendunia dalam bidang tekonologi, ekonomi, budaya, namun juga membawa nilai-nilai yang bercampur dari berbagai kebudayaan dan pandangan hidup. Benturan budaya sudah tidak bisa dielakkan lagi.

Globalisasi pada hakikatnya membawa budaya dan nilai yang mempengaruhi sikap, kecenderungan, keberpihakan dan gaya hidup masyarakat. Padahal, semua budaya tersebut mesti disaring dengan asas yang kokoh dan permanen, yaitu wahyu. Namun, karena tidak sedikit masyarakat yang tidak menjadikannya sebagai pegangan hidup, merekapun terpengaruh oleh budaya yang nilainya tidak sejalan dengan Islam.

Selain nilai sekuler dan liberal yang dibawa oleh media, nuansa politis yang menyebabkan tersebarnya informasi tidak valid (bohong) dikonsumsi dan dipercaya oleh masyarakat. Manusia tidak lagi bisa bersikap dengan informasi yang benar. Bukan saja masyarakat yang tidak memilah mana informasi yang benar dan salah, melainkan arus yang begitu kuat dan dengan kualitas pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan konsumsi berita bohong sebagai kehidupan yang serasa nyata dan benar.

Media mengkonstruk bahwa sesuatu yang benar adalah pada media itu sendiri, bukan mengacu pada standar kebenaran. Bahkan tidak jarang, suatu peristiwa menyatakan A diberitakan B dengan serentak di media-media. Ketika banyak orang tahu bahwa suatu berita pada hakikatnya palsu, namun tetap kepalsuan berita tersebut disikapi sebagai berita yang benar oleh masyarakat karena media. Pada era ini sangat susah menaruh kepercayaan kepada media.

Dua hal di atas, yaitu nilai yang tidak syar’iy dan informasi-informasi palsu yang dibawa oleh media setidaknya menjadi pecut bagi ummat Islam dalam I’laa kalimatillah dalam ranah media.

Ummat Islam sudah semestinya memanfa’atkan media sebagai sarana dakwah. Dengan banyaknya klasifikasi dan jenis-jenis media, seseorang bisa menggunakan media sesuai dengan kecenderungannya dan keahliannya. Tidak berarti menuntut adanya modal dan sarana yang canggih terlebih dahulu. “Tidak ada stasiun televisi aplikasi whatsapp pun jadi”, jika penggunanya memiliki azzam berdakwah melalui aplikasi tersebut.

Oleh karena itu, sebetulnya permasalahannya bukan pada sarana melainkan pada sumber daya manusia itu sendiri. Walaupun tentu memiliki sarana yang baik dengan dibarengi jiwa dakwah adalah lebih baik. Dengan kata lain, “orangnya dulu yang mesti terislamkan” dan memiliki niat yang kuat untuk berdakwah dengan media. 

Etika Media Massa

Permasalahan yang timbul dari media masa adalah bagaimana bersikap sebagai subjek dan objek. Sebagai subjek, dalam arti pemilik media, pengatur, jurnalis dan lain-lain mesti memiliki kejujuran yang tertanam dengan kuat. Sebab media massa akan berhadapan dengan oplah dan rating. Pemilik media akan memilih antara keuntungan yang sebesar-besarnya atau menyajikan siaran yang penting, jujur dan bermanfa’at.

Media massa yang materialistik akan cenderung menyajikan siaran yang tidak bermanfa’at, dan biasanya lebih banyak hiburan yang tidak mendidik. Bangsa yang memiliki cita-cita untuk memajukan kualitas sumber dayanya seharusnya mengutamakan pendidikan daripada hiburan. Bagaimana mungkin kemajuan bisa tercapai jika porsi hiburan diperbanyak sementara porsi pendidikan diperkecil, atau bahkan dikomersialisasi. Sebagai akibatnya, kehidupan manusia dihadapkan pada berbagai masalah, baik pribadi maupun sosial. Permasalahan moralitas yang semakin menurun, permasalahan adu domba dan juga pencitraan negatif atau perihal menyudutkan kaum tertentu. Kejujuran akan menjadi kunci dalam membangun masyarakat yang lebih baik melalui media massa.

Sebagai objek media, yaitu masyarakat sebagai pendengar, penonton, atau pembaca, mesti memegang sikap hati-hati. Islam telah mengajarkan untuk bersikap tabayyun.

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang seorang fasiq dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan” (QS. al-Hujurat [49]: 6).

Ayat itu menjelaskan perlunya sikap hati-hati dalam menilai suatu informasi atau pesan karena khawatir akan menyebabkan timbul masalah, yang dalam ayat tersebut dibahasakan dengan timbulnya musibah karena kebodohan.

Redaksi musibah karena kebodohan dalam ayat tersebut menunjukan betapa bahayanya suatu berita, informasi, atau pesan yang tidak benar dan tidak baik. Sebab, informasi akan menentukan mekanisme pengambilan keputusan. Banyak kaum Muslimin yang membenci agamanya dan saudaranya sendiri, dan bahkan berpihak kepada non Muslim, adalah akibat dari media. Arus media yang sangat kuat telah mencuci otak dan hati para manusia. Pada saat itu, keberpihakan massa dikendalikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Masyarakat akan menjadi dzalim karena telah mempercayai berita dzalim dari media. Pada akhirnya kedzaliman yang sangat besar terjadi karena suatu informasi.

Untuk itu, apabila informasi datang dari seseorang atau media yang integritasnya diragukan, mesti diperiksa dan dicermati terlebih dahulu (tabayyun) kepada pihak yang terkait, atau jika tidak bisa maka bertawaquf (menahan diri dari keberpihakan) lebih baik. Apalagi dalam hal-hal yang krusial, tawaquf merupakan sikap yang benar dalam informasi yang sangat sulit ditabayunkan. Dalam hal ini Allah berfirman;

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban” (QS. al-Isra [17]: 36).

Sikap subjek yang jujur dan objek yang berhati-hati adalah kunci membangun kemajuan lewat media. Media sebagai penyaji konten yang berkualitas dan mendidik, dan pada sisi lain masyarakatnya adalah masyarakat cerdas yang bijak dalam mengkonsumsi informasi atau produk media.

Terakhir, tentu landasan keimanan merupakan asas dari segalanya. Sikap seperti jujur, hati-hati, tabayyun, tidak akan bisa dilaksanakan ketika hati seseorang kosong dari keimanan. Media yang jujur tentu mendasarkan kejujurannya kepada suatu nilai yang ia yakini.

Bagaimana mungkin akan berperilaku jujur jika keyakinan akan adanya Allah, hari akhir, pahala dan dosa tidak ada dalam hati seseorang dan tidak dijadikan tolak ukur dari segala sikap (menjadi pandangan hidup). Selain itu, sikap hati-hati atau tabayun merupakan sikap yang lahir dari ketaqwaan, sebagaimana arti takwa adalah berhati-hati.

 Atas hal itu, beriman berislam dan berihsan sebelum segala sesuatu menjadi asas yang sangat penting untuk diperhatikan, sebagaimana dalam syi’ar Islami, “ana muslimun qabla kulli syai`in”.