Media Islami; Media Massa sebagai Sarana Dakwah
Bagi mereka yang memiliki semangat berdakwah, media menjadi sarana dalam suksesi tujuan yang mulia tersebut. Terlebih pada zaman ini keberadaan media tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Kegunaannya yang mempercepat informasi diharapkan bisa sekaligus membawa nilai-nilai Islam yang mulia.
Nilai-nilai tersebut jika dikemas dengan menarik dan
diakrabkan dengan masyarakat akan bisa membentuk kepribadian masyarakat, sebagaimana
pula telah maklum bahwa media banyak memberikan dampak negatif terutama dalam
pembentukan kepribadian manusia.
Untuk itu, dalam penyebaran pendidikan dan dakwah sudah
selayaknya media masa dijadikan sebagai sarana menyebarkan ide, cita-cita,
nilai dan norma Islami yang ingin diciptakan. Tulisan ringkas ini akan membahas
dua poin, yaitu urgensi media massa dan akhlak media massa.
Media massa adalah medium, sarana, atau alat yang
dipergunakan dalma proses komunikasi massa. Media massa di dalamnya yaitu surat
kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Kelima media tersebut sering disebut
sebagai the big five of mass media.
Selain itu, terdapat media yang pada era ini begitu marak
dipakai dan pengaruhnya yang luar biasa, yaitu internet. Dari sana banyak
penyedia layanan informasi seperti google dan bing; yang di dalamnya terdapat
website dan blog. Internet juga menjadi penghubung bagi berbagai platform media
sosial seperti facebook, line, twitter, whatsapp, telegram, instagram dan
lain-lain. Belum lagi internet telah menjadi sarana dan sekaligus penghubung
berbagai platform game (online). Sehingga banyaknya fungsi internet semakin
memperluas cakupan media, dan juga sebanding dengan tantangan serta dampak yang
dihasilkannya.
Oleh karena itu, media masa dapat diklasifikasikan kepada
beberapa bagian.
Pertama, media cetak (printed media); seperti surat kabar,
majalah, buku, pamphlet, dan alat teknik cetak lainnya yang membawa pesan
kepada masa dengan cara menyentuh indera penglihatan.
Kedua, media elektronik (electronic media) seperti radio, televisi, beserta
program-programnya; seperti rekaman audio, rekaman gambar (animasi) atau video.
Media elektronik berupa audio dan visual.
Ketiga, media online (online media, cybermedia), yaitu media massa yang
dapat ditemukan di internet (situs web). Meski demikian, definisi media massa
serta klasifikasinya dapat berkembang dan memiliki cakupan yang luas seiring
dengan cepatnya perkembangan teknologi.
Urgensi Media Massa
Berbicara mengenai urgensi media massa bukan saja karena
efektifitasnya yang luar biasa, melainkan pula dalam rangka memerangi media
massa yang tidak syar’iy (sekuler, liberal, materialistik, dan pragmatis).
Globalisasi sebagaimana telah dimaklumi bukan hanya sekedar
proses mendunia dalam bidang tekonologi, ekonomi, budaya, namun juga membawa
nilai-nilai yang bercampur dari berbagai kebudayaan dan pandangan hidup.
Benturan budaya sudah tidak bisa dielakkan lagi.
Globalisasi pada hakikatnya membawa budaya dan nilai yang
mempengaruhi sikap, kecenderungan, keberpihakan dan gaya hidup masyarakat.
Padahal, semua budaya tersebut mesti disaring dengan asas yang kokoh dan
permanen, yaitu wahyu. Namun, karena tidak sedikit masyarakat yang tidak
menjadikannya sebagai pegangan hidup, merekapun terpengaruh oleh budaya yang
nilainya tidak sejalan dengan Islam.
Selain nilai sekuler dan liberal yang dibawa oleh media,
nuansa politis yang menyebabkan tersebarnya informasi tidak valid (bohong)
dikonsumsi dan dipercaya oleh masyarakat. Manusia tidak lagi bisa bersikap
dengan informasi yang benar. Bukan saja masyarakat yang tidak memilah mana
informasi yang benar dan salah, melainkan arus yang begitu kuat dan dengan
kualitas pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan konsumsi berita bohong
sebagai kehidupan yang serasa nyata dan benar.
Media mengkonstruk bahwa sesuatu yang benar adalah pada media
itu sendiri, bukan mengacu pada standar kebenaran. Bahkan tidak jarang, suatu
peristiwa menyatakan A diberitakan B dengan serentak di media-media. Ketika
banyak orang tahu bahwa suatu berita pada hakikatnya palsu, namun tetap
kepalsuan berita tersebut disikapi sebagai berita yang benar oleh masyarakat
karena media. Pada era ini sangat susah menaruh kepercayaan kepada media.
Dua hal di atas, yaitu nilai yang tidak syar’iy dan informasi-informasi
palsu yang dibawa oleh media setidaknya menjadi pecut bagi ummat Islam dalam I’laa
kalimatillah dalam ranah media.
Ummat Islam sudah semestinya memanfa’atkan media sebagai
sarana dakwah. Dengan banyaknya klasifikasi dan jenis-jenis media, seseorang
bisa menggunakan media sesuai dengan kecenderungannya dan keahliannya. Tidak
berarti menuntut adanya modal dan sarana yang canggih terlebih dahulu. “Tidak
ada stasiun televisi aplikasi whatsapp pun jadi”, jika penggunanya memiliki
azzam berdakwah melalui aplikasi tersebut.
Oleh karena itu, sebetulnya permasalahannya bukan pada sarana
melainkan pada sumber daya manusia itu sendiri. Walaupun tentu memiliki sarana
yang baik dengan dibarengi jiwa dakwah adalah lebih baik. Dengan kata lain, “orangnya
dulu yang mesti terislamkan” dan memiliki niat yang kuat untuk berdakwah
dengan media.
Etika Media Massa
Permasalahan yang timbul dari media masa adalah bagaimana
bersikap sebagai subjek dan objek. Sebagai subjek, dalam arti pemilik media,
pengatur, jurnalis dan lain-lain mesti memiliki kejujuran yang tertanam dengan
kuat. Sebab media massa akan berhadapan dengan oplah dan rating. Pemilik media
akan memilih antara keuntungan yang sebesar-besarnya atau menyajikan siaran
yang penting, jujur dan bermanfa’at.
Media massa yang materialistik akan cenderung menyajikan
siaran yang tidak bermanfa’at, dan biasanya lebih banyak hiburan yang tidak
mendidik. Bangsa yang memiliki cita-cita untuk memajukan kualitas sumber
dayanya seharusnya mengutamakan pendidikan daripada hiburan. Bagaimana mungkin
kemajuan bisa tercapai jika porsi hiburan diperbanyak sementara porsi
pendidikan diperkecil, atau bahkan dikomersialisasi. Sebagai akibatnya,
kehidupan manusia dihadapkan pada berbagai masalah, baik pribadi maupun sosial.
Permasalahan moralitas yang semakin menurun, permasalahan adu domba dan juga
pencitraan negatif atau perihal menyudutkan kaum tertentu. Kejujuran akan
menjadi kunci dalam membangun masyarakat yang lebih baik melalui media massa.
Sebagai objek media, yaitu masyarakat sebagai pendengar,
penonton, atau pembaca, mesti memegang sikap hati-hati. Islam telah mengajarkan
untuk bersikap tabayyun.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang seorang fasiq
dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak
menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian
menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan” (QS. al-Hujurat [49]: 6).
Ayat itu menjelaskan perlunya sikap hati-hati dalam menilai
suatu informasi atau pesan karena khawatir akan menyebabkan timbul masalah,
yang dalam ayat tersebut dibahasakan dengan timbulnya musibah karena kebodohan.
Redaksi musibah karena kebodohan dalam ayat tersebut
menunjukan betapa bahayanya suatu berita, informasi, atau pesan yang tidak
benar dan tidak baik. Sebab, informasi akan menentukan mekanisme pengambilan
keputusan. Banyak kaum Muslimin yang membenci agamanya dan saudaranya sendiri,
dan bahkan berpihak kepada non Muslim, adalah akibat dari media. Arus media
yang sangat kuat telah mencuci otak dan hati para manusia. Pada saat itu,
keberpihakan massa dikendalikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Masyarakat akan menjadi dzalim karena telah mempercayai berita dzalim dari
media. Pada akhirnya kedzaliman yang sangat besar terjadi karena suatu
informasi.
Untuk itu, apabila informasi datang dari seseorang atau media
yang integritasnya diragukan, mesti diperiksa dan dicermati terlebih dahulu
(tabayyun) kepada pihak yang terkait, atau jika tidak bisa maka bertawaquf
(menahan diri dari keberpihakan) lebih baik. Apalagi dalam hal-hal yang
krusial, tawaquf merupakan sikap yang benar dalam informasi yang sangat sulit
ditabayunkan. Dalam hal ini Allah berfirman;
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban” (QS. al-Isra [17]: 36).
Sikap subjek yang jujur dan objek yang berhati-hati adalah
kunci membangun kemajuan lewat media. Media sebagai penyaji konten yang
berkualitas dan mendidik, dan pada sisi lain masyarakatnya adalah masyarakat
cerdas yang bijak dalam mengkonsumsi informasi atau produk media.
Terakhir, tentu landasan keimanan merupakan asas dari
segalanya. Sikap seperti jujur, hati-hati, tabayyun, tidak akan bisa
dilaksanakan ketika hati seseorang kosong dari keimanan. Media yang jujur tentu
mendasarkan kejujurannya kepada suatu nilai yang ia yakini.
Bagaimana mungkin akan berperilaku jujur jika keyakinan akan
adanya Allah, hari akhir, pahala dan dosa tidak ada dalam hati seseorang dan
tidak dijadikan tolak ukur dari segala sikap (menjadi pandangan hidup). Selain
itu, sikap hati-hati atau tabayun merupakan sikap yang lahir dari ketaqwaan,
sebagaimana arti takwa adalah berhati-hati.
Atas hal itu, beriman
berislam dan berihsan sebelum segala sesuatu menjadi asas yang sangat penting
untuk diperhatikan, sebagaimana dalam syi’ar Islami, “ana muslimun qabla
kulli syai`in”.

Social Plugin