Sejarah Kata Worldview

 

Istilah “worldview” pada awalnya berasal dari istilah dalam bahasa Jerman, weltanschauung. Istilah ini diciptakan oleh Immanuel Kant[1] (1724-1804) di dalam bukunya Critique of Judgment,[2] yang diterbitkan pada 1790. Dalam pembahasannya, ketika ia menjelaskan tentang kekuatan persepsi pikiran manusia, ia menyebutkan kata ini (weltanschauung). Dalam versi bahasa Inggris, kant menyatakan,

 

“If the human mind is nonetheless to be able even to think the given infinite without contradiction, it must have within itself a power that is supersensible, whose idea of the noumenon cannot be intuited but can yet be regarded as the substrate underlying what is mere appearance, namely, our intuition of the world”(weltanschauung). For only by means of this power and its idea do we, in a pure intellectual estimation of magnitude, comprehend the infinite in the world of sense intirely under a concept…”[3]

 

Dalam pernyataan tersebut terdapat frasa, our intuition of the world, yang merupakan terjemahan dari bahasa Aslinya, Jerman, yaitu welthanschauung.[4] Naugle, seorang adalah ketua dan profesor Filsafat di Dallas Baptist University, menjelaskan bahwa dari beberapa frasa seperti “mere appearance” dan “world of sense” dapat dipahami bahwa weltanschauung yang dimaksud kant adalah the sense perception of the world (pandangan atau intuisi terhadap dunia).[5] Inilah mengapa penyebutan Kant tersebut merupakan sejarah awal munculnya kata dan konsep yang sekarang terkenal disebut worldview.

 

Selain itu, Jika melihat pernyataan tersebut, walaupun istilah Kant tersebut sepintas lalu saja, namun kita dapat mengatakan bahwa basis worldview dalam pandangan Kant adalah akal, dan cakupan dari penilaiannya hanya kepada dunia empirik. Mengingat noumena, dunia metafisik, bagi kant adalah noumena empiris. Hal ini selaras dengan tanggapan Martin Heidegger kepada Kant, yang mengatakan bahwa Kant menggunakan istilah weltanschauung dengan merujuk kepada “mundus sensibilis”, yaitu world intuition in the sense of contemplation of the world given to the sense.[6] Artinya, penalaran empiris merupakan alat dalam pandangan Kant untuk memandang Dunia. Walaupun Dunia baginya, terdapat dunia Fenomenan dan Noumena, namun pandangan terhadap dunia Noumena dalam istilah weltanschauung Kant tetap menggunakan penalaran indrawi. Selain itu, komentar dari Heidegger juga menandakan bahwa weltanschauung yang diciptakan oleh Kant membawa konsep baru, khususnya di dunia Barat. 

 

Terminologi ciptaannya tersebut hanya terdapat pada karyanya Critique of Power Judgment, dan bahkan ia hanya menyebutkannya sekali saja.[7] Meski demikian, walaupun pada zamannya istilah ini tidak dikenal dan diperhatikan orang, namun setelah kematiannya, weltanschauung menjadi diskursus yang besar. Ia menjadi sangat populer di dunia Eropa bahkan Timur Tengah. Weltanschauung pada giliran berikutnya berkembang secara nama dan konsep, sehingga muncul istilah Christian Worldview, Islamic WorldviewRukyatul Islam lil Wujud, Western Worldview, dan lain sebagainya.

 

Istilah weltanschauung, setelah kematian Kant, mulai populer di kalangan Intelektual Jerman. Di akhir abad ke 18, Johann Gottlieb Fichte (1762-1814), salah seorang yang antusias berguru kepada Kant, secara langsung mengadopsi istilah ini. Ia mengadopsi makna dasar dari weltanschauung, yaitu pandangan atau intuisi terhadap dunia empiris, lalu konsep tersebut ia kaitkan dengan ketuhanan. Di mana Tuhan dalam pandangannya merupakan basis dalam pengamatan Dunia. Pandangan tersebut diyakini Fichte karena ia memiliki prinsip bahwa legislasi tertinggi (higher legislation) dapat mengharmoniskan ketegangan antara kebebasan moral dan kausalitas alam, dan menjadi jalan untuk mempersepsi dunia empiris.[8]

 

Selanjutnya, terdapat tokoh-tokoh lain dari jerman yang memberikan perhatian terhadap weltanschauung, di antaranya Friedrich SchleimacherSetelah itu, diikuti oleh A. W. Schlegel (1800), Novalis (1801), Jean Paul (1804), Hegel (1806), Joseps Gorres (1807), Johann Wolfgan (1815) dan lain-lain. Mereka banyak menggunakan Istilah ciptaan Kant tersebut dalam berbagai karyanya. Selain itu, Term ini juga menjadi istilah yang mengkonsepsi berbagai disiplin Ilmu, seperti ilmu sejarah (Rangke), teologi (Feurbach), fisika (Alexander von Humbolt), sastra (Wilhelm Von Humboldt).[9]



[1] Filusuf ini telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap filusuf-filusuf setelahnya di Eropa, salah satu karya terbesarnya adalah Critique of PowerJudgement (terjemahan B. Inggris)

[2] Karya Immanuel Kant ini membahas tentang Estetika dan Teleologi, namun secara khusus di dalamnya terdapat pembahasan mengenai weltanschauung. Meski istilah ini sepintas lalu saja, namun menjadi populer setelah kematiannya.

[3] “jika pikiran manusia tetap untuk dapat berpikir tak terbatas tanpa kontradiksi, pasti dalam diri manusia memiliki kekuasaan yang melampaui panca indera (supersensible), dimana ide tentang noumena tidak dapat diintuisikan, namun dapat dianggap sebagai substrat yang mendasari sesuatu yang tampak di permukaan, yaitu, intuisi kita tentang dunia (Weltanschauung).” Immanuel Kant, Critique of Judgment: Including the First Introduction, trans. and edition (Indianapolis: Hackett Publishing Company). 111 & David K. Naugle, Worldview: The History Of A Concept (Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 2002). 58-59

[4] Weltanschauung, secara bahasa, Welt adalah dunia atau alam, sementara Anschauung adalah rasa atau intuisi. Istilah ini bermakna pandangan atau intuisi seseorang terhadap dunia atau pandangan terhadap alam. Abas Mansur Tamam, Islamic Worldview: Paradigma Intelektual Muslim (Jakarta: Spirit Media, 2017). 10

[5] Naugle, Worldview: The History Of A Concept. 59

[6] Martin Heidegger, The Basic Problem of Phenomenology and Existential Philosophy (Bloomington: Indiana University Press, 1982). 4

[7] Sebagaimana disebut oleh Naugle. Lihat: Naugle, Worldview: The History Of A Concept. 59

[8] Ibid.60

[9] Ibid. 58-60

https://www.rukyatulislam.com/2020/04/sejarah-kata-worldview.html