Tidak hanya berhenti di situ, kondisi kaum muslimin
yang memprihatinkan tersebut kemudian menjadi makanan empuk bagi para musuh Islam.
Tidak sedikit kaum Muslimin yang murtad di atas mie dan beras. Pembebasan utang
bersyarat masuk agama lain. Posko penanggulangan bencana berembel-embel
Kristen, syi’ah dan agama yang lainnya, yang tidak sedikit menangai
korban-korban muslim. Problem sosial ini pada umumnya dialami oleh kaum Muslimin
yang mengalami permasalahan ekonomi dan kesempitan hidup.
Permasalahan ini bukan berarti luput dari umat Islam itu sendiri. Namun,
kesadaran yang tumbuh tidak secara menyeluruh dalam tubuh kaum Muslimin.
Mengingat, masalah sosial yang menyangkut banyak orang mesti ditangani bersama.
Islam dengan ajarannya telah memberikan rambu-rambu untuk senantiasa
memperhatikan bagaimana menjaling hubungan yang baik antara sesama. Keimanan
sebagaimana dalam hadits Nabi shallallāhu ‘alaihi wasallam dinisbatkan
salahsatunya kepada orang-orang yang menjalin hubungan sosial dengan baik. Lingkungan
sosial yang baik pada zaman nabi sudah selayaknya dijadikan acuan dan penggerak
kesadaran untuk menumbuhkan kepekaan sosial.
TOLONG MENOLONG DALAM ISLAM
Falsafah hubungan sesama muslim dibangun atas persaudaraan, bukan
permusuhan. Seorang Muslim tidak dibenarkan menganiaya Muslim yang lainnya. Ia
diperintahkan untuk memperhatikan kepentingan saudaranya. Usaha, pertolongan,
atau kepedulian tersebut dalam ajaran Islam tidak bersifat materialistik, yang
hanya bersedia memberikan bantuan manakala dibayar atau dibalas oleh materi.
Namun, hal itu berkaitan dengan konsep alam dalam worldview islam.
Islam
memandang adanya alam dunia untuk berusaha, bekerja dan beramal, yang ditujukan
untuk meraih kehidupan yang bahahia dan kekal di akhirat. Ini sejalan dengan
sabda Nabi; “barangsiapa membantu kesulitan seorang muslim, maka Allah akan
membantu kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat (akhirat)” (HR. Al-Bukhari). Dengan
demikian, asas persaudaraan Muslim diwujudkan dalam kehidupan saling tolong
menolong, saling membantu dan lain sebagainya.
Selanjutnya, kehidupan saling tolong menolong harus dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Islam tidak membenarkan tolong menolong
dalam kejahatan atau untuk berbuat dosa.
Ia mesti dilaksanakan dalam rangkaian al-Birr (kebaikan) dan at-Taqwa (wa
ta’āwanū ‘ala ‘l-birri wa ‘t-Taqwā).
Al-Birr, sebagaimana asal katanya al-Barr merupakan daratan yang luas, bermakna
perbuatan baik yang luas dan besar. Sedangkan at-Taqwa dimaksudkan agar
tolong-menolong semata-mata menjalankan perintah Allah. Hal itu bermakna tolong
menolong dapat diterapkan dalam medan-medan yang luas selama itu berada dalam
kebaikan dan keta’atan kepada Allah.
Melapangkan kesusahan, meringankan beban
penderitaan, menjaga atau menutupi aib saudaranya agar tidak diketahui orang
banyak, dan menolong sesama adalah di antara perwujudan ta’awun. Dengan
demikian, akan terwujud kemaslahatan dan kesejahteraan dalam tubuh kaum
muslimin.
Rasulullah bersabda: "Barang siapa melapangkan seorang mukmin
dari satu kesusahan dunia, Allah akan melapangkannya dari salah satu
kesusahan di hari kiamat. Barang siapa meringankan penderitaan seseorang, Allah
akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi
(aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib) nya di dunia dan akhirat. Allah
akan menolong seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya."
(HR. Muslim dari Abu Hurairah).
KONSEP KESEJAHTERAAN DALAM ISLAM
Kesejahteraan dalam Islam tidak sama dengan konsep barat. Barat
dengan doktrin post modernismenya telah menafikan alam metafisik, spiritual,
jiwa atau ruh. Sesuatu dikatakan ada, benar jika ia dapat diindra.
Tidak aneh
jika ukuran kebahagiaan bagi mereka didasarkan pada materi dan hawa nafsu.
Harta, tahta dan wanita kerap menjadi tujuan dari apa yang diusahakannya. Semakin
banyak pencapaian terhadap tiga ukuran tersebut, semakin tinggi kesejahteraan
seseorang. Sifat yang demikian ini menjadi ciri khas Barat dalam memandang
sesuatu secara dikotomis.
Berbeda dengan Barat, kesejahteraan dalam Islam adalah terwujudnya kemaslahatan.
Kemaslahatan sendiri yaitu terpeliharanya tujuan syara’ (maqāshid
al-syarī’ah). Manusia tidak dapat merasakan kebahagiaan dan kedamaian batin
melainkan setelah tercapainya kesejateraan yang sebenarnya melalui pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan rohani dan materi.
Kebutuhan rohani seperti mengamalkan
ajaran agama, dan kebutuhan materi seperti kebutuhan hidup yang berupa sandang,
pangan dan papan. Sumber kemaslahatan tersebut jika diringkas yaitu
terpeliharanya agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan kata lain,
kesejahteraan dalam Islam adalah terwujudkan kemaslahatan rohani sekaligus
materi.
Aktualisasi konsep kesejahteraan tidak lepas dari peran setiap Muslim
itu sendiri. Kaum Muslimin harus bersama-sama untuk mewujudkan kesejahteraan
umat, baik kesejahteraan material juga spiritual. Ketika sebuah usaha hanya
ditujukan untuk mencapai kesejahteraan materi, maka dipastikan kesejahteraan
sepenuhnya tidak akan pernah dicapai oleh masyarakat.
Kesejahteraan yang hanya
bertumpukan pada materi adalah pincang, karena sisi lainnya yang membentuk
manusia yaitu jiwa tidak mendapatkan kesejahteraannya. Dengan demikian, setiap Muslim
mesti senantiasa memperhatikan kesejahteraan materi dan juga rohaninya.
TOLONG MENOLONG UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN UMAT
Tolong menolong memilki peran penting dalam mewujudkan
kesejahteraan Umat. Dalam mewujudkan kesejahteraan spiritual, setiap Muslim dengan
asas ta’awun senantiasa melaksanakan tugas dakwahnya.
Dakwah akan berperan
mewujudkan kebutuhan beragama dan Jiwa. Sementara dalam mewujudkan
kesejahteraan materi, setiap muslim menerapkan ajaran ta’awun ini ke dalam
kehidupan sosial. Hal itu dilaksanakan dengan menumbuhkan kesadaran zakat,
infaq dan sedekah (ZIS) dan berinteraksi sosial dengan baik.
Kesadaran ZIS akan
sangat berguna dalam mewujudkan kesejahteraan materi. Permasalahan-permasalahan
seperti terjerat riba, kemiskinan, danl lan sebagainya yang berhubungan dengan
harta dapat diatasi dengan penyaluran ZIS.
Sementara berinteraksi sosial dengan
baik adalah upaya mewujudkan keharmonisan dan kerukunan. Ini bisa dilakukan
dengan menjenguk orang yang sedang sakit, menolong korban bencana, memuliakan
tamu, dan lain sebagainya. Ajaran ta’awun ini jiwa benar-benar disadari akan
mewujudkan kesejahteraan umat.
Social Plugin